Tinggal pada ketinggian melebihi 780 meter di atas permukaan laut, udara dingin sudah menjadi temanku setiap pagi. Apalagi rutinitas sehari-hari mengharuskanku beranjak dari rumah menaiki motor menuju tempat mengabdi. Setiap pagi dan sore ku pergi mengelilingi Gunung Marapi hampir separuhnya.
Pagi ini, kabut pagi terasa begitu pekat. Udara dingin terasa begitu menusuk hingga tulang. Kesibukan di pagi hari membuatku baru bisa berangkat kerja ketika jarum panjang menunjukkan angka sembilan. Itu artinya ku harus berkendara dengan kecepatan penuh, agar tidak terlambat. Berharap tidak ada halangan yang akan memperpanjang waktuku di jalan.
Baru beberapa meter dari rumah, ku merasakan ada yang berbeda dengan hari ini. Pandanganku tidak begitu jelas. Ku periksa helm, barangkali ada debu di sana. Tetapi hasilnya tetap sama. Kupastikan kacamataku tidak bermasalah. Ternyata memang tidak ada masalah dengannya. Semakin jauh dan memasuki wilayah persawahan, mulai kusadari ternyata kabut pagi ini begitu tebal.
Ku terus memacu motor semakin kencang, berharap kabut ini segera hilang. Tetapi semakin jauh, kabut semakin tebal. Jika diawal ku bisa melihat kerbau yang sedang diarak 10 meter di depan, sekarang jarak 5 meter saja sudah sangat susah ku bedakan apakah itu jalan atau pematang sawah. Tetapi ku masih berharap datang tepat waktu pagi ini.
Memasuki wilayah perbatasan kabupaten (jalannya lurus dan mulus), harapanku datang tepat waktu mulai berkurang. Kecepatan motorku harus terus di turunkan karena pandanganku benar-benar sudah kabur. Biasanya, di jalan itu ku bisa memacu motor hingga kecepatan lebih dari 80 km/jam. Tapi pagi ini, cuma 30-40 km/jam. Melewati perbatasan, kegalauanku semakin besar karena kabut tidak kunjung berkurang.
Akhirnya udara mulai terlihat cerah ketika sudah memasuki wilayah permukiman. Sedikit Asa masih kusimpan untuk pagi ini. Berharap matahari segera muncul menghangatkan perjalananku pagi ini hingga sampai di tempat kerja. Perut yang baru ku isi dengan 2 potong tahu (gak cukup lah buat emak emak menyusui 😜), sudah mulai minta haknya. Ayo, cepat...
Tidak beberapa lama harapanku kembali menguap. Sebuah truk yang mengangkut ratusan tabung gas berjalan di depanku. Ku coba tuk melewatinya, selalu tidak ada kesempatan. Selain karena kabut masih menggelayut di udara pagi, kendaraan yang berlainan arah dengan ku juga semakin ramai. Ku sudah mulai pasrah. Yang penting ku sudah berusaha.
Suasana di Jembatan setelah Tabek Patah |
Sesaat kemudian truk itu bisa kutinggalkan. Ku kembali bersemangat memacu motor berjalan lebih kencang. Hingga akhirnya ku sampai di suatu tempat yang selalu ramai setiap pagi. Itu artinya ku semakin dekat ke tempat tujuan. Perjalanan selanjutnya didominasi jalanan lurus bebas hambatan dengan pemandangan indah persawahan serta beberapa tempat makan yang didesain kekinian (Ini salah satu tempat favoritku mengambil foto 😘). Tinggal 7 km lagi perjalananku.
Setelah memasuki kota Kabupaten, ku belok kanan, kemudian lurus mengikuti jalan yang ada, belok kiri, lalu belok kanan. Akhirnya ku sampai di kantor tercinta. Kuparkir motor di depan kantor (padahal ada tanda Dilarang Parkir di depannya 🙈). Segera ku tempelkan jari di mesin handkey. Alhamdulillah, masih ada sisa 2 menit lagi. Akhirnya pagiku selamat hari ini... yeayyy..
Setelah ku renungi, ternyata selalu ada kemudahan yang datang ketika kita berusaha dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Di perbatasan Kabupaten ketika jarak pandang hanya sekian meter, tidak ada kendaraan yang menyertaiku sehingga bisa membuatku bebas berkendara. Ketika di Hari Rabu ini biasanya ku selalu terjebak macet, alhamdulillan pagi ini ramai lancar, tidak ada macet di manapun. Dan alhamdulillah Allah masih memberikan waktu untukku untuk menjadi abdi negara yang tepat waktu masuk kerja.
Batusangkar, 7 Februari 2018
#MenulisAsyikDanBahagia
#PerempuanBPSMenulis
#15HariBercerita
#Harike2
:)
BalasHapusأحسنتِ
بارك الله فيكِ
في أمن الله